Dari Kompas Cyber menyebutkan : 
MASIH ingat tanaman jarak (Jatropha curcas) yang pernah gencar  disosialisasikan untuk ditanam untuk mengatasi krisis bahan bakar  minyak? Di Indonesia Timur sudah banyak yang menanam, tetapi saat panen  seperti sekarang, ternyata tak ada pembeli!"Tiga desa di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selayan yang mengembangkan jutaan  tanaman jarak, kini mengalami kerugian, karena belum ada pembeli yang  jelas yang akan mengambil hasil produksinya," kata Kepala Dinas  Perkebunan Kabupaten Gowa Djamaluddin Maknun, Kamis (7/8).
Ketiga desa yang dimaksud adalah Desa Pencong, Julukanaya, dan Tonrorita yang berada di Kecamatan Biringbulu, Kabupaten Gowa, dengan luas lahan sekitar 385 hektar. Dari luas areal tanaman jarak tersebut, setiap hektar mampu dihasilkan sekitar 200 kg biji jarak.Menyikapi fenomena itu, Djamaluddin mengatakan, pihaknya kini mencoba menjembatani untuk mencarikan pembeli, baik dari dalam maupun luar negeri. Hal ini dimaksudkan agar usaha petani yang sudah mengluarkan biaya dan tenaga tidak sia-sia. "Mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah ada yang ingin membeli, apalagi sejumlah pihak yang akan mengembangkan ’biofuel’ pada awal penanaman jarak tahun lalu, berjanji untuk membeli semua produksi petani," katanya.
Ketiga desa yang dimaksud adalah Desa Pencong, Julukanaya, dan Tonrorita yang berada di Kecamatan Biringbulu, Kabupaten Gowa, dengan luas lahan sekitar 385 hektar. Dari luas areal tanaman jarak tersebut, setiap hektar mampu dihasilkan sekitar 200 kg biji jarak.Menyikapi fenomena itu, Djamaluddin mengatakan, pihaknya kini mencoba menjembatani untuk mencarikan pembeli, baik dari dalam maupun luar negeri. Hal ini dimaksudkan agar usaha petani yang sudah mengluarkan biaya dan tenaga tidak sia-sia. "Mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah ada yang ingin membeli, apalagi sejumlah pihak yang akan mengembangkan ’biofuel’ pada awal penanaman jarak tahun lalu, berjanji untuk membeli semua produksi petani," katanya.
Merasa dibohongi 
 Yahya, seorang petani tanaman jarak di Desa Tonrorita mengatakan, tahun  lalu petani ramai-ramai menanam jarak, karena mendapat ’janji manis’  dari pemerintah yang menggandeng investor untuk membeli produksi petani  dengan harga yang pantas."Namun setelah pohon jarak berlimpah, tidak ada yang membeli, sehingga  kami merasa tenaga kami terbuang percuma," katanya sembari menambahkan  bahwa sebenarnya ada yang mencoba membeli seharga Rp1.000 per kilogram,  namun petani menilai harga itu tidak sebanding dengan biaya pengembangan  dan perawatan pohon jarak selama setahun. 
 Penanaman pohon jarak dengan memanfaatkan lahan kritis ini sebenarnya  dirintis Juli 2007 lalu. Tiga provinsi di Indonesia masing-masing  Sulsel, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sumatera Selatan mendapat bantuan  25.000 bibit pohon jarak. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono sendiri  yang menyerahkan bantuan secara simbolis pada tiga gubernur daerah  tersebut di Kecamatan Pangkalan Balai, Kabupaten Banyuasin, Sumatera  Selatan.HM Amin Syam yang masih menjabat sebagai Gubernur Sulsel saat itu,  menerima langsung 8.000 lebih bibit tanaman jarak dari Presiden untuk  dikembangkan pada lahan kritis di Sulsel yang luasnya sekitar 20.000  hektare.  
 Selain untuk memperbaiki kondisi lahan kritis, penanaman jarak juga  dimaksudkan untuk meningkatkan penghasilan para petani, serta memberikan  solusi pengadaan minyak bakar (biofuel) untuk mengganti bahan bakar  minyak (BBM) yang semakin berkurang stoknya.
Kompas Cyber Media (http://www.energi.lipi.go.id)





0 comments:
Post a Comment